seorang wanita yang tidak tahan video call S*X dengan pasangannya



Rita menatap layar ponselnya yang bergetar. Nama “Fajar ❤️” muncul dengan ikon video call berkedip.

Seperti biasa, dadanya langsung terasa sesak.

Bukan karena ia tidak sayang. Justru sebaliknya.

Setiap malam Fajar selalu ingin video call, berbicara sampai tertidur bersama—meski hanya lewat layar.
Tetapi untuk Rita, panggilan video bukan kenyamanan… melainkan sesuatu yang justru membuatnya gelisah.

Tubuhnya gemetar setiap kali kamera menyala. Bukan karena Fajar jahat atau menuntut sesuatu yang tidak pantas.
Ia hanya… takut terlihat. Takut tidak cukup. Takut Fajar akan melihat kekurangannya.

Namun Fajar tidak pernah tahu itu. Yang ia lihat hanyalah panggilan yang sering ditolak, alasan “lagi capek”, “lagi bantu mama”, atau “besok ya”.

Malam itu suara notifikasi kembali berbunyi.
Video call incoming…

Rita menggigit bibir, menutup wajah dengan kedua tangan. “Kenapa sih aku nggak bisa kayak orang lain?” keluhnya.

Akhirnya ia menekan tombol accept, meski dengan napas berat.

Kamera terbuka.
Fajar tersenyum cerah, seperti biasa. “Hai, Sayang.”
Rita memaksakan senyum. “Hai.”

Fajar bercerita banyak—tentang kerjaannya, rencananya mengunjungi Rita minggu depan, hal-hal lucu sepanjang hari.
Namun Rita hanya menjawab singkat, matanya tidak fokus, tangannya terus gelisah di bawah meja.

“Hari ini kamu kelihatan aneh. Kamu baik-baik aja?” tanya Fajar lembut.

Pertanyaan itu seperti memecahkan sesuatu.
Rita terdiam. Dadanya bergetar. Matanya mulai berkaca-kaca.

“Aku… nggak kuat lagi, Jar.”

Fajar langsung panik. “Kenapa? Aku salah apa?”

Rita menggeleng. “Kamu nggak salah… aku yang aneh. Aku nggak tahan video call. Setiap kali kamera nyala, aku takut. Takut kamu lihat aku jelek, atau bosan, atau… apa pun.”
Air matanya jatuh. “Tapi aku nggak mau kamu jauh. Aku sayang kamu. Aku cuma… takut.”

Hening.

Rita menunduk, bersiap untuk penolakan atau kemarahan.
Tapi suara Fajar justru pelan dan hangat.

“Kenapa kamu nggak cerita dari dulu?”
Rita mengusap air matanya. “Aku takut kamu pergi.”

Fajar tersenyum lembut, bukan mengejek—melainkan penuh kasih.

“Rita… aku sayang kamu bukan karena kamera. Bukan karena wajahmu di layar. Aku sayang kamu karena kamu… ya kamu.”
Ia menambahkan, “Kalau kamu nggak nyaman video call, ya nggak usah. Kita bisa telepon biasa. Kita cari cara yang bikin kamu tenang.”

Rita menatapnya, kali ini tanpa rasa takut—hanya keharuan yang dalam.

“Beneran nggak apa-apa?”
“Beneran. Yang penting kamu nggak merasa sendiri.”

Rita mengangguk sambil tersenyum tulus, untuk pertama kalinya dalam panggilan itu.

“Terima kasih, Jar.”

Malam itu mereka menutup panggilan video, bukan karena rasa terpaksa—melainkan karena saling mengerti.

Dan sejak hari itu, cinta mereka tidak lagi diukur dari seberapa lama kamera menyala…
melainkan seberapa kuat mereka saling memahami, bahkan tanpa harus melihat satu sama lain.

0 Response to "seorang wanita yang tidak tahan video call S*X dengan pasangannya"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel